Lompat ke isi utama

Berita

Runtuhnya Tradisi Money Politik

Oleh : Ahmad Tamimi
Anggota Bawaslu Kabupaten Indragiri Hilir

Sengaja topik ini saya ketengahkan dengan menimbang beberapa alasan, pertama, money politik adalah perbuatan yang di haramkan undang-undang. Kedua, money politik dapat merusak bangunan demokrasi. Ketiga, sebagai masukan serta pertimbangan bagi para calon yang akan mengakses kursi kekuasaan eksekutif maupun legeslatif agar lebih menekankan pada etika politik yang bermartabat. Karena politik itu bukanlah hanya berorientasi kepada hasil kekuasaan semata tapi lebih dalam dari itu politik juga menekankan pada aspek seni dan cara memperolehnya. “Seni” politik bicara soal daya tarik dan ke indahan sehingga muncul pengaruh atau rasa simpati, sedangkan “cara” menekankan pada aspek etika dan aturan, dengan begitu segala aktivitas politik yang dilakukan baru akan dapat melahirkan kekuasaan yang halal. Inilah awal terbentuknya pemerintahan yang bersih (good governance).

Money politik merupakan salah satu strategi yang sering digunakan oleh para calon eksekutif maupun legeslatif untuk meraih suara publik. Strategi ini sungguh terbilang jitu, karena di tengah kondisi perekonomian masyarakat yang sedang terpuruk lalu disuguhkan dengan sejumlah uang dengan maksud agar memilih calon tertentu, secara pragmatis tentu sangat menguntungkan walaupun yang dipilih itu bukanlah yang terbaik menurut pengetahuan dan nurani. Tapi, bagaimanakah dengan kualitas pemilu kita jika uang menjadi tolak ukur pilihan, andaikan sikap pemilih kita hingga hari ini belum juga kunjung berubah suatu hari kita akan menjadi khawatir bahwa penjahatpun akan berprluang besar jadi pemimpin masyarakat. Inilah sesungguhnya yang menjadi perhatian saya dalam tulisan ini yaitu ingin melihat serta mempridiksi apakah kekuatan uang masih mampu mendominasi perolehan suara pada pemilu kali ini.

Satu hal yang harus dipahami bahwa watak dasar demokrasi itu dinamis, artinya ia senantiasa bermetamorfosis menuju kesempurnaan. Dalam hal pemilu terkait dengan pemilih, pada beberapa priode yang berlansung, secara alamiah proses yang berjalan tentu telah memberi banyak pelajaran penting bagi masyarakat untuk menetukan sikap. Masa lalu, praktek money politik terlihat begitu mencuat dipermuakaan karena saat itu watak pemilih yang dominan adalah ingin melihat bantuan nyata sebelum memberikan suara, sehingga muncul persepsi “tanpa uang tanpa suara”. Lalu bagamana kedepan?

Berpedoman pada watak dasar demokrasi yang bersipat dinamis, ia selalu mengalami perkembangan terutama bagi pelakunya. Secara tidak lansung ia terus berproses melakukan seleksi serta evaluasi secara alami lewat berbagai praktek dan kejadian masa lalu yang pada akhirnya akan melahirkan kesadaran baru. Atas dasar ini saya berkeyakinan bahwa pemilu kedepan akan terjadi pergeseran persepsi masyarakat pemilih secara besar-besaran tentang demokrasi terutama dalam bentuk suksesi (pemilu) politik uang tidak lagi menjadi tren, masyarakat lebih dominan akan melihat rekam jejak dan minimal sikap dan pengetahuannya dalam keseharian terkait dengan kelayakan. Apalagi melihat sepak terjang para politisi selama ini yang cenderung melenggang setelah mendapatkan kursi kekuasaan tanpa berinfestasi membangun rekam jejak (treak record) kemasyarakat, sehingga sebahagiannya menjadi trauma dan ternyata sikap ini juga yang menyebabkan tingginya angka golongan putih (golput) di kemudian hari karena mereka merasa kesal telah dibohongi.

Inilah sesungguhnya pelajaran penting bagi masyarakat pemilih agar lebih berhati-hati dalam menetukan sikap, janganlah berpartisipasi membuat demokrasi menjadi lebih mahal padahal sesungguhnya ia murah. Terkadang bila direnung lebih dalam, ketidak pedulian yang terjadi adalah suatu konsekuensi logis dari sikap pemilih karena di awalnya sudah terjadi semacam transaksi suara, maka wajar setelah mereka terpilih hilangnya rasa kepedulian itu karena kekuasaan yang didapat telah dibeli.

Atas dasar ini saya berpendapat bahwa pada pemilu kali iniIndonesia akan sedikit memasuki tahap pendewasaan politik dalam berdemokrasi lansung. Karena dari kasus demi kasus di beberapa priode belakangan telah membentuk masyarakat sadar politik. Maka, hari ini jika masih ada para calon yang masih hoby melakukan sedekah politik (bagi-bagi uang) dalam berbagai modusnya, bersiap-siaplah untuk sakit hati karena uang diterima belum tentu beserta suara atau juga malah akan menambah urusan dengan Panwaslu, Polisi hingga kepintu pengadilan.

Jadi, pesan moral untuk para calon penguasa, marilah kita sama-sama mentaati etika dan aturan yang adaagar tak ada pihak yang merasa dirugikan. Merasa terbaik dan sempurna barangkali itu menurut kita dan belum tentu menurut orang lain. Oleh karenanya, berikanlah sedikit ruang bebas bagi masyarakat untuk menilai anda tanpa didorong oleh rayuan materi. Karena demokrasi itu harus terjadi partisipasi politik secara rela melalui seleksi pengetahuan dan nurani pemilih.

Tag
BERITA
OPINI